Brigadir Jenderal TNI Anumerta Ignatius Slamet Rijadi

Written By admin on Monday, December 19, 2011 | 11:15 PM

Brigjen TNI Anumerta Ignatius Slamet Rijadi
Brigjen TNI Anumerta Ignatius Slamet Rijadi
Brigadir Jenderal TNI Anumerta Ignatius Slamet Rijadi
Pahlawan Nasional
(Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 066/ TK/ Tahun 2007, tanggal 6 November 2007)
Lahir : Surakarta, Jumat Kliwon 28 Mei 1926
Wafat : Benteng Victoria Ambon, Sabtu Legi 4 November 1950
Makam : -
Slamet Rijadi yang dulu namanya Sukamto lahir di Donokusuman Solo, 28 Mei 1926 putra dari Idris Prawiropralebdo, seorang perwira anggota legium Kasunanan Surakarta. Mengenyam pendidikan di HIS kemudian MULO Afd. B dan pada akhirnya ke Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT). Sebagai lulusan terbaik dan berhak menyandang ijazah navigasi kemudian ditambah beberapa kursus navigator maka beliau menjadi navigator dari kapal kayu yang berlayar antar pulau Nusantara.
Dengan kemampuannya sebagai navigator ditambah dengan masuknya penjajah Jepang ke Indonesia khususnya di Solo dan Yogyakarta (Maret 1942) maka jiwa patriot membela ibu pertiwi berkobar. Dengan keberanian sebagai pemuda yang ketika itu usianya belum genap 20 tahun mengobarkan pemberontakan dan melarikan sebuah kapal kayu milik Jepang. Usaha Ken Pei Tai (Polisi Militer Jepang) untuk menangkapnya tidak pernah berhasil, bahkan setelah Jepang bertekuk lutut. Slamet Rijadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks Peta/ Heiho/ Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan setingkat Batalyon, yang dipersiapkan untuk mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang (Slamet Rijadi diangkat sebagai Komandan Batalyon Resimen I Divisi X ).Dari sini kehidupan sebagai militer terus berlanjut. Pendidikan militer ia dapatkan dari kehidupan riel di tengah kancah merebut kemerdekaan bukan melalui teori-teori militer di bangku pendidikan ketentaraan.
Kejadian heroik kembali ditunjukan Slamet Rijadi yaitu pada peristiwa saat akan diadakannya peralihan kekuasaan di Solo oleh Jepang yang dipimpin oleh Tyokan Watanabe yang merencanakan untuk mengembalikan kekuasaan sipil kepada kedua kerajaan yang berkedudukan di Surakarta, yaitu Kasunanan dan Praja Mungkunegaran, akan tetapi rakyat tidak puas. Para pemuda telah bertekad untuk mengadakan perebutan senjata dari tangan Jepang, maka rakyat mengutus Muljadi Djojomartono dan dikawal oleh pemuda Suadi untuk melakukan perundingan di markas Ken Pei Tai (polisi militer Jepang) yang dijaga ketat. Tetapi sebelum utusan tersebut tiba di markas, seorang pemuda sudah berhasil menerobos ke dalam markas dengan meloncati tembok dan membongkar atap markas Ken Pei Tai, tercenganglah pihak Jepang, pemuda itu bernama Slamet Rijadi.
Setelah Jepang terusir dari Indonesia ternyata bukan berarti merdeka seratus prosen tetapi Belanda tetap ingin menjajah Indonesia dan hal ini dikenal dengan Clash II. Di tengah-tengah melawan Belanda di tahun 1948 pecah pemberontakan PKI Madiun dan saat itu ketaatan Slamet Rijadi kepada atasannya yaitu Gubernur Militer II Kolonel Gatot Subroto untuk melakukan penumpasan ke arah Utara, berdampingan dengan pasukan lainnya, operasi ini berjalan dengan gemilang.
Dalam palagan perang kemerdekaan II, Slamet Rijadi dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel, dengan jabatan baru Komandan  “Wehrkreise I” (Divisi Penembahan Senopati) yang meliputi daerah gerilya Karesidenan Surakarta, dan di bawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II , Kolonel Gatot Subroto. Dalam perang kemerdekaan II inilah Letnan Kolonel Slamet Rijadi, membuktikan kecakapannya sebagai prajurit yang tangguh dan sanggup mengimbangi kepiawaian komandan Belanda lulusan Sekolah Tinggi Militer di Breda Nederland. Siang dan malam anak buah Overste (setingkat Letnan Kolonel ) Van Ohl digempur habis-habisan, dengan penghadangan, penyergapan malam, sabotase. Puncaknya ketika Letnan Kolonel Slamet Rijadi mengambil prakarsa mengadakan “Serangan Umum Kota Solo”  yang dimulai tanggal 7 Agustus 1949, selama empat hari empat malam. Serangan itu membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie persenjataan berat, artileri pasukan infantri dan komando yang tangguh. Dalam pertempuran selama empat hari tersebut, 109 rumah penduduk porak poranda, 205 penduduk meninggal karena aksi teror Belanda, 7 serdadu Belanda tertembak dan 3 orang tertawan sedangkan dipihak TNI 6 orang gugur
Kejadian lain yang lebih menggugah rasa percaya diri bangsa ditunjukkan kembali oleh Letnan Kolonel Slamet Rijadi yaitu setelah terjadi gencatan senjata, dan pada waktu penyerahan kota Solo ke pangkuan Republik Indonesia dari pihak Belanda (29-12-1949). Dari pihak Belanda diwakili oleh “Overste Van Ohl” sedangkan dari pihak RI oleh Letnan Kolonel Slamet Rijadi. Ov.Van Ohl demikian terharu, bahwa Letnan Kolonel Slamet Rijadi yang selama ini dicari-carinya ternyata masih sangat muda . ” Oooh …Overste tidak patut menjadi musuh-ku…..” ,Overste pantas menjadi anakku, tetapi kepandaiannya seperti ayahku.
Kesuksesan Slamet Rijadi dalam bidang militer tidak membuat beliau sombong namun demikian dia pasrahkan segalanya kepada Allah Bapa dan itu ditunjukkan dengan kesadaran diri untuk dibaptis dengan mengambil nama baptis Ignatius. Kehidupan Santo Ignatius sangat mirip dengan kehidupan Letnan Kolonel Slamet Rijadi. (Santo Ignatius adalah salah seorang tentara yang membela kubu-kubu kota Pamplona terhadap serangan Perancis, yang menyatakan wilayah tersebut sebagai wilayah mereka dan berperang dengan Spanyol. Orang-orang Spanyol kalah jauh dari segi jumlah dan komandan pasukan Spanyol ingin menyerahkan diri, tetapi Santo Ignatius meyakinkannya untuk bertempur demi kehormatan Spanyol kalau bukan demi kemenangan. Pada waktu pertempuran sebuah bom kanon mengenai Santo Ignatius, melukai salah satu kakinya dan mematahkan kaki yang satu lagi. Karena mereka mengagumi keberaniannya, tentara-tentara Perancis tidak menjebloskannya ke penjara, melainkan mengusungnya kembali ke rumahnya untuk berobat, di puri Loyola.)
Setelah dibaptis kembali tugas sebagai militer sudah menunggu karena terjadi pemberontakan Kapten Abdul Aziz di Makasar dan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipelopori oleh Dr. Soumokil dan kawan-kawan (10 Juli 1950).
Pada saat menumpas pemberontak RMS di gerbang benteng Victoria, Ambon (4 November 1950) pasukan Pak Met berjumpa dengan segerombolan pasukan yang bersembunyi di benteng tersebut dengan mengibarkan bendera merah putih. Melihat bendera merah putih Letnan Kolonel Iganatius Slamet Rijadi memerintahkan pasukannya untuk menghentikan penyerangan karena beliau yakin bahwa mereka adalah tentara Siliwangi. Untuk itu ia membuktikan sendiri dengan keluar dari panser, namun apa yang terjadi gerombolan tersebut bukan tentara Siliwangi tetapi para pemberontak RMS menghujani tembakan ke arah Pak Met. Hari Sabtu, 4 November 1950 pukul 11.30 Slamet Rijadi menghembus nafas terakhir dengan usia sangat muda belum genap 24 tahun.
Melihat perjalanan Ignatius Slamet Rijadi sangat beralasan kalau pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional karena sepanjang hidupnya hanya untuk negara tidak pernah memikirkan kepentingan pribadinya. Beliau sekali mementingkan pribadinya untuk menjadi murid Kristus dengan dibaptis. Dengan demikian hidupnya diabdikan sepenuhnya untuk gereja dan negara Republik Indonesia. Bagi kaum muda saat yang tepat untuk mengenang kembali jasa para pahlawan bangsa. Sebab mengenang bertujuan menemukan motivasi, memiliki makna yang paling agung, (E. Martosujito PR, HIDUP 25 November 2007) dan martabat yang paling tinggi Semoga menjadi teladan para pemuda.
Sumber :
id.wikipedia.org
A. Heuken SJ; Ensiklopedi Populer tentang Gereja Katolik di Indonesia. Yayasan Cipta Loka Caraka, 1989
gbudiwaluyo.wordpress.com


 Ignatius Slamet Rijadi (Solo, Jawa Tengah, 26 Juli 1927 – Ambon, Maluku, 4 November 1950) adalah pahlawan nasional Indonesia. Anak dari Idris Prawiropralebdo, seorang perwira anggota legium Kasunanan Surakarta, ini sangat menonjol kecakapan dan keberaniannya, terutama setelah Jepang bertekuk lutut dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

Pada suatu peristiwa saat akan diadakannya peralihan kekuasaan di Solo oleh Jepang yang dipimpin oleh Tyokan Watanabe yang merencanakan untuk mengembalikan kekuasaan sipil kepada kedua kerajaan yang berkedudukan di Surakarta , yaitu Kasunanan dan Praja Mangkunagaran, akan tetapi rakyat tidak puas. Para pemuda telah bertekad untuk mengadakan perebutan senjata dari tangan Jepang, maka rakyat mengutus Muljadi Djojomartono dan dikawal oleh pemuda Suadi untuk melakukan perundingan di markas Ken Pei Tai (polisi militer Jepang) yang dijaga ketat. Tetapi sebelum utusan tersebut tiba di markas, seorang pemuda sudah berhasil menerobos kedalam markas dengan meloncati tembok dan membongkar atap markas Ken Pei Tai, tercenganglah pihak Jepang, pemuda itu bernama Slamet Rijadi.

Karir militer
Pada tahun 1940, ia menyelesaikan pendidikan di HIS, ke Mulo Afd. B dan kemudian dilanjutkan ke Pendidikan Sekolah Pelayaran Tinggi ,dan memperoleh ijasah navigasi laut dengan peringkat pertama dan mengikuti kursus tambahan dengan menjadi navigator pada kapal kayu yang berlayar antar pulau Nusantara. Setelah pasukan Jepang, mendarat di Indonesia melalui Merak, Indramayu dan dekat Rembang pada tanggal 1 Maret 1942 dengan kekuatan 100.000 orang ,dan walaupun memperoleh perlawanan dari Hindia Belanda , tetapi dalam waktu singkat yaitu pada tanggal 5 dan 7 Maret 1942 , kota Solo dan Yogjakarta jatuh ketangan Jepang.

Slamet Rijadi merasa terpanggil membela ibu pertiwi, dan menjelang proklamasi 1945 , ia mengobarkan pemberontakan dan melarikan sebuah kapal kayu milik Jepang, usaha Ken Pei Tai untuk menangkapnya tidak pernah berhasil , bahkan setelah Jepang bertekuk lutut. Slamet Rijadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks Peta/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan setingkat Batalyon , yang dipersiapkan untuk mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang (Slamet Rijadi diangkat sebagai Komandan Batalyon Resimen I Divisi X ).

Dalam perkembangannya terjadi pergantian pimpinan militer , Divisi X dirubah menjadi Divisi IV, dengan Panglimanya Mayor Jenderal Soetarto dan divisi ini dikenal dengan nama Divisi Panembahan Senopati, yang membawahi 5 Brigade tempur . Diantaranya Brigade V dibawah pimpinan Suadi dan mempunyai Batalyon XIV dibawah komando Mayor Slamet Rijadi , yang merupakan kesatuan militer yang dibanggakan. Pasukannya terkenal dengan sebutan anak buah "Pak Met" . Selama agresi Belanda II , pasukannya sangat aktif melakukan serangan gerilya terhadap kedudukan militer Belanda, pertempuran demi pertempuran membuat sulit pasukan Belanda dalam menghadapi taktik gerilya yang dijalankan Slamet Rijadi. Namanya mulai disebut-sebut karena hampir di-setiap peristiwa perlawanan di kota Solo selalu berada dalam komandonya.

Sewaktu pecah pemberontakan PKI-Madiun, batalyon Slamet Rijadi sedang berada diluar kota Solo, yang kemudian diperintahkan secara langsung oleh Gubernur Militer II - Kolonel Gatot Subroto untuk melakukan penumpasan ke arah Utara, berdampingan dengan pasukan lainnya, operasi ini berjalan dengan gemilang.

Dalam palagan perang kemerdekaan II, Slamet Rijadi dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel, dengan jabatan baru Komandan "Wehrkreise I" ( Penembahan Senopati )yang meliputi daerah gerilya Karesidenan Surakarta, dan dibawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II , Kolonel Gatot Subroto. Dalam perang kemerdekaan II inilah Let.Kol. Slamet Rijadi, membuktikan kecakapannya sebagai prajurit yang tangguh dan sanggup mengimbangi kepiawaian komandan Belanda lulusan Sekolah Tinggi Militer di Breda Nederland. Siang dan malam anak buah Overste (setingkat Letnan Kolonel ). Van Ohl digempur habis-habisan, dengan penghadangan, penyergapan malam, sabotase . Puncaknya ketika Let.Kol Slamet Rijadi mengambil prakarsa mengadakan "serangan umum kota Solo" yang dimulai tanggal 7 Agustus 1949, selama empat hari empat malam. Serangan itu membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ketengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie ,persenjataan berat-artileri ,pasukan infantri dan komando yang tangguh. Dalam pertempuran selama empat hari tersebut, 109 rumah penduduk porak poranda, 205 penduduk meninggal karena aksi teror Belanda , 7 serdadu Belanda tertembak dan 3 orang tertawan sedangkan dipihak TNI 6 orang gugur.

Setelah terjadi gencatan senjata , dan pada waktu penyerahan kota Solo kepangkuan Republik Indonesia , dari pihak Belanda diwakili oleh "Overste Van Ohl" sedangkan dari pihak R.I oleh Let.Kol. Slamet Rijadi. Ov.Van Ohl demikian terharu, bahwa Let.Kol. Slamet Rijadi yang selama ini dicari-carinya ternyata masih sangat muda . " Oooh ...Overste tidak patut menjadi musuh-ku....." ,Overste pantas menjadi anakku, tetapi kepandaiannya seperti ayahku.

Pada tanggal 10 Juli 1950, Letnan Kolonel Slamet Rijadi, berangkat dengan kapal Waikalo dan memimpin batalyon 352 untuk bergabung dengan pimpinan umum operasi - Panglima TT VII - Kolonel Kawilarang, dalam penugasan menumpas pemberontakan Kapten Andi Aziz di Makasar dan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipelopori oleh Dr.Soumokil dan kawan-kawan.


Riwayat Perjuangan



Karir,Pangkat,Jabatan Kegiatan, Pendidikan ,Operasi Militer Waktu
Siswa, MULO Afd.B Pertahanan Bumi Putra 1940
Sekolah Tinggi Pelayaran Rekrutmen Pemuda oleh tentara Jepang 1943
Navigator kapal kayu Pemberontakan kapal,milik Jepang 1945
Dan.Yon.Res.I, Divisi I Perang di Krsd. Solo melawan Jepang & Belanda 1945
Dan.Yon.Res.I, Divisi I Penumpasan pemberontakan PKI Madiun 1948
Dan.Wehrkreise I Perang Kemerdekaan II, Serangan Umum Solo 1949
Wakil Pemerintah RI Penyerahan Kota Solo 29-12-1949
Komando Yon.352 Mendukung Div.Siliwangi menumpas APRA di Jabar. 1949
Wakil.Panglima TT VII. Penumpasan Pemberontakan di Makasar, RMS Ambon 1950
Wakil.Panglima TT VII. Gugur di gerbang benteng Victoria, Ambon 4-11-1950
Brigadir Jendral Anumerta Kenaikan pangkat atas jasa almarhum 1950

0 comments:

Post a Comment