Soebronto Laras

Written By admin on Tuesday, December 27, 2011 | 12:03 AM

Sukses Berkat Kejujuran



Dari sebuah perusahaan nyaris bangkrut, dia merakit Indomobil Niaga International menjadi usaha dengan omset Rp 150 miliar setahun. Baginya, kejujuran dan integritas adalah dua hal yang tak terpisahkan kepentingannya.

Tak semua chief executive officer (CEO) masih terlibat aktif di setiap kegiatan perusahannya dalam usia 60-an tahun. Soebronto Laras, Presiden Direktur Indomobil Niaga International (INI), termasuk salah satunya. Dia memimpin perusahaan otomotif besar itu dengan satu prinsip: kejujuran.

“Kejujuran adalah fondasi kuat untuk menciptakan perusahaan besar. Saya orangnya simpel. Saya berkomunikasi dengan siapa saja di perusahaan. Saya terlibat segala sesuatu. Saya mempunyuai slogan hidup. Saya willing to be visionary, saya selalu berpikir dan melihat ke depan. Saya mencoba memperkenalkan kejujuran dan integritas. Itu penting. Jangan lihat ke belakang. Saya sudah 35 tahun di bisnis ini." ujar Soebronto Laras.

Dia memang berasal dari keluarga pedagang otomotif. Ayahnya, R. Moerdowo adalah importir mobil Citroen, Tempo, dan Combi, sejak 1949. Setamat SMA, 1964, Yonto, panggilan Soebronto, melanjutkan studi rekayasa mesin di Paisley College for Technology, Inggris. Kemudian ia melanjutkan di Hendon College for Business Management, di negeri yang sama.

Selagi di sanalah, ia bergaul akrab denga Roesmin Noerjadin (mantan Menteri Perhubungan), dan Benny Moerdani (mantan Pangab). Di Inggris, Yonto sempat menjadi staf lokal Atase Pertahanan KBRI di London.

Kembali dari sana, 1972, anak kedua dari empat bersaudara ini berkenalan dengan Atang Latief, pemilik Bank Indonesia Raya dan sejumlah kasino. Bahkan Yonto menjadi orang kepercayaan Atang. Ia menjabat Direktur PT First Chemical Industry, yang bergerak dalam bidang formika, alat-alat plastik, dan perakitan kalkulator.

Empat tahun kemudian ia menjadi dirut perusahaan perakitan motor mobil Suzuki. Dari sebuah perusahaan yang nyaris bangkrut, sekarang berdiri megah perusahaan dengan omset per tahun Rp 150 miliar dan aset Rp 90 miliar.

"Semua ini berkat kerja sama seluruh karyawan," kata pria yang berusia 65 tahun ini merendah. Sejak 1981 bisnisnya bertambah kuat dengan masuknya Grup Salim. Pada 1984, ia menjadi Dirut PT National Motors Co. dan PT Unicor Prima Motor, perakit mobil Mazda, Hino, dan sepeda motor Binter.

Obsesi Soebronto untuk memberikan kontribusi bagi negeri ini, sudah banyak diwujudkannya. Tahun 2008 ini, lewat Suzuki, Yonto mengeluarkan sebuah mobil jagoannya, yaitu Suzuki NeoBaleno.

Tampilan Neo Baleno merupakan metamorfosis dari SX4. Tak salah jika di pasar India, kendaraan tersebut masuk kategori varian SX4 sedan. Di Indonesia ‘peranakan’ SX4 itu dilabeli nama Neo Baleno.

"Pilihan nama itu sudah melalui proses studi di pasar sedan. Kami tidak mau pakai nama SX4 atau sedan Crossover. Pertimbangan ini juga untuk memperkuat imej," katanya.

Pilihan nama itu pun untuk memperluas pangsa pasar konsumen otomotif yang ingin dibidik. Dulu, kesan sedan adalah hanya untuk pasar kalangan orang tua. Perpaduan sedan dengan mobil hatchback SX4 ini, memungkinkan kalangan itu untuk jatuh hati. Begitu pun dengan pangsa pasar pembeli otomotif dari kalangan anak muda.

Yang menarik dari Neo Baleno ini adalah perubahan segmen dari kelas small sedan menjadi mid sedan. "Tampilan Revolution to Perfection menjadikan Neo Baleno sejajar dengan Toyota Corolla Altis karena kendaraan itu merupakan sedan dengan segmen kelas lebih tinggi dibandingkan Vios atau City," ucap Soebronto.

Yonto tak hanya sibuk berusaha. Dia juga membagi waktu untuk aktivitas sosial. Di kalangan olahraga, dia aktif. Yonto pernah jadi pengurus di Ikatan Motor Indonesia (IMI), Persatuan Tenis Lapangan Indonesia (Pelti), hingga Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI).

Tak usah heran. Dulu, dia memang penggila olahraga. Di masa remaja, dia ikut balapan motor bersama rekan-rekannya, termasuk Tinton Soeprapto. Dia juga suka bersepeda. “Waktu umur saya 14 tahun, saya suka bersepeda bersama almarhum Sophan Sophian dari Jalan Sudirman sampai ke Kebayoran baru lewat Prapanca. Jaraknya puluhan kilometer. Itu masa kecil yang tidak bisa saya lupakan," kenangnya.

Yonto yang menikah dengan Herlia Emmi Yani, putri almarhum Jenderal Ahmad Yani dan dikaruniai dua orang anak. Ia mengaku, di balik kesuksesannya sebagai pemimpin perusahan besar, ia menyesal tak bisa meluangkan waktu banyak bagi keluarganya.

"Karena kesibukan saya, saya memang merasa seperti tidak mempunyai waktu bagi keluarga. Tapi setiap ada waktu saya suka menjemput cucu saya sepulang sekolah dan mengantar dia ke toko buku untuk membeli buku favoritnya. Tapi yang jelas komunikasi itu penting," ungkapnya.

0 comments:

Post a Comment